Review Mata yang Enak Dipandang

Review Mata yang Enak Dipandang merupakan review dari sebuah kumpulan cerpen. Setelah menyelesaikan novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya (lihat reviewnya di sini ya), saya merasa perlu untuk cooling down sebentar dengan membaca cerita-cerita pendek. Pilihan saya jatuh pada kumpulan cerpen karya Ahmad Tohari berjudul Mata yang Enak Dipandang. Seperti beberapa buku sebelumnya, saya mendengar review buku ini di Podcast Kepo Buku dan langsung tertarik. Saya cek di ipusnas (review aplikasi ipusnas bisa dibaca di sini) dan ternyata tersedia stok buku tersebut untuk dipinjam. Jadilah, saya coba tuliskan pengalaman membaca saya berupa review Mata yang Enak Dipandang berikut. Enjoy!

Sinopsis Mata yang Enak Dipandang

Buku Mata yang Enak Dipandang merupakan kompilasi cerpen karya Ahmad Tohari yang rilis di beberapa media cetak pada rentang tahun 1983-1997. Ada 15 cerpen yang mengangkat tema keseharian yang terasa begitu dekat.

  • Judul Buku: Mata yang Enak Dipandang
  • Penulis: Ahmad Tohari
  • Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
  • Jumlah Halaman: 216 halaman
  • Genre: Fiksi (Kumpulan Cerpen)

Mata yang Enak Dipandang

Berkisah tentang dua orang Mirta dan Tarsa yang berprofesi sebagai pengemis. Mirta sebagai pengemis tuna netra yang berpengalaman selama puluhan tahun dan Tarsa sebagai pengemis yang menuntun Tarsa sekaligus mencari orang-orang yang kiranya dermawan. Namun, saat itu Mirta mogok mengemis lantaran merajuk. Ada apa gerangan?

Bila Jebris Ada di Rumah Kami

Jebris adalah seorang teman main sekaligus tetangga Sar. Sudah lama Jebris menjadi gunjingan orang kampung. Dibilangnya Jebris aib bagi kampung mereka. Berbagai cara dilakukan orang-orang kampung agar Jebris berhenti dari pekerjaannya tapi Jebris seperti tidak perduli. Giliran Sar dan Ratib, suami Sar, yang kebingungan.

Penipu yang Keempat

‘Tokoh Aku’ kedatangan 3 orang penipu secara bergantian, tapi justru ia nikmati tipuannya. ‘Aku’ merasa ingin lebih lagi menikmati tipuan, ia datangi tempat penipu bekerja. Ia menikmati tipuan keempat.

Daruan

Daruan akhirnya menjadi novelis! Namun uang pembagian royalti belum juga diterimanya padahal ia sedang butuh uang. Ia kira menjadi novelis lantas bisa keluar dari kemiskinan yang menjerat sejak lama. Ia memutuskan mengunjungi Muji, sahabatnya sekaligus penerbit novelnya, yang berada di luar kota. Perjalanan tersebut akan terus diingatnya.

Warung Penajem

Jum, istri Kartawi, selalu mendambakan memiliki warung sejak kecil. Karena cintanya pada Jum, Kartawi buatkan sebuah warung untuk istrinya. Warung yang kemudian menjadi sangat laris. Bisik-bisik tetangga mengatakan bahwa warung Jum menggunakan penglaris. Kabar-kabur tersebut juga mengatakan tentang penajem yang diberikan Jum kepada dukun agar laris warungnya.

Paman Doblo Merobek Layang-layang

Review Mata yang Enak Dipandang

Paman Doblo sangat menyukai anak-anak. Anak-anak pun suka padanya. Tidak hanya anak-anak, orang-orang dewasa pun menghormati Paman Doblo sehingga Paman Doblo memiliki tempat istimewa di kalangan warga. Tapi, semuanya berubah sejak Paman Doblo menjadi satpam di sebuah Kilang Pengolah Kayu.

Kang Sarpin Minta Dikebiri

Kang Sarpin dikenal sebagai wong gemblung di desanya. Bahkan pada hari kematiannya warga kampung tidak terlihat berduka. Mereka berseloroh mengingat kejadian unik Kang Sarpin. Kang Sarpin dijadikan lelucon bahan tertawaan oleh kerumunan warga yang berjarak beberapa langkah dari mayat Kang Sarpin. Tapi suatu hari Kang Sarpin mengunjungi ‘saya’ dan mengutarakan permintaannya yang ganjil: Kang Sarpin minta dikebiri.

Akhirnya Karsim Menyeberang Jalan

Karsim yang matanya sudah rabun merasa susah betul menyeberang jalan hari itu. Memang sebentar lagi Lebaran, jalanan terasa padat dengan kendaraan yang terburu-buru. Karsim berusaha mengalah. Tapi kemudian ia ingat tanaman padinya yang tidak seberapa. Ia terbayang ratusan burung emprit memakan rakus bulir-bulir padinya. Ia memutuskan menyeberang jalan.

Sayur Bleketupuk

Review Mata yang Enak Dipandang

Parsih resah. Suaminya belum kunjung pulang. Anak-anaknya sudah bersiap-siap untuk pergi ke lapangan desa. Mereka dijanjikan akan ditraktir naik jaran undar. Tapi Dalbun, suami Parsih, pulang terlambat. Parsih tidak ada uang tapi ia tidak ingin melihat anak-anaknya kecewa karena batal naik jaran undar. Sambil menunggu Dalbun pulang, Parsih memasak sayur bleketupuk untuk anak-anak.

Rusmi Ingin Pulang

Rusmi adalah janda muda sekaligus anak dari Kang Hamim. Rusmi bekerja di luar kota dan hari itu Kang Hamim resah karena Rusmi ingin pulang. Warga kampung sudah sering membicarakan Rusmi yang kabarnya macam-macam. Rusmi dianggap sebagai aib kampung.

Dawir, Turah, dan Totol

Dawir adalah suami Turah, katanya. Totol adalah anak Dawir, katanya. Turah adalah ibu kandung Totol. Mereka hidup bertiga sebagai sebuah keluarga. Dengan meminjam bangunan mushola yang sudah tidak digunakan, mereka menggelar kardus dan menjadikannya tempat tidur dan tempat tinggal. Tapi suatu hari petugas berseragam menangkap Dawir. Bagaimana Turah dan Totol kemudian?

Harta Gantungan

Kang Nurya terlihat tidak sehat. Ia sakit dengan leher yang membesar. Ia hanya hidup berdua dengan seekor kerbau. Sudah sering Kang Nurya diminta menjual kerbaunya untuk mengobati sakitnya tapi Kang Nurya menolak. Kerbau itu ia jadikan harta gantungan. Sehingga, jika kelak ia mati, kerbau itu bisa dijual untuk mengurusi jenazahnya.

Kami ingin membuktikan di kampung kami Kang Nurya tidak hidup hanya dengan kerbaunya

Cerpen Harta Gantungan pada buku Mata yang Enak Dipandang halaman 139

Pemandangan Perut

Suati hari Sardupi babak belur dipukuli Pak Braja, seorang jagoan pasar. Kabarnya Pak Braja kesal lantaran Sardupi menertawakannya ketika diajak bicara. Tokoh ‘saya’ datang menjenguk Sardupi yang tergeletak di atas dipan. Percakapan tokoh ‘saya’ dengan Sardupi mengungkap suatu peristiwa ganjil

Salam dari Penyangga Langit

Suatu hari Markatab diundang menghadiri tahlilan. Markatab suka tahlilan karena pada tahlilan Malaikat penyangga langit turut dikirimi hadiah pahala bacaan Kitab.

Bulan Kuning Sudah Tenggelam

Yuning gelisah. Ayah angkatnya sekarat di Rumah Sakit usai terlibat perdebatan dengannya. Ayahnya meminta ia memilih: Ayah-Ibunya ataukah suaminya. Yuning sedih dan bingung tidak mampu menjawab. Jawabannya pada akhirnya mengantarkan Ayahnya pingsan dan sekarat.

Nostalgia lewat Cerpen

Bagi saya yang besar di tahun 90-an, setting waktu dan tempat masih mampu saya bayangkan. Dan, seperti nostalgia yang hangat, saya menikmati setiap cerpen-cerpen Pak Ahmad Tohari. Kesukaan saya adalah cerpen Mata yang Enak Dipandang. Sederhana dan sarat makna. Saya jadi membayangkan suasana kereta ekonomi jaman dulu yang ramai lalu lalang penumpang, pedagang, dan pengemis.

Harta Gantungan juga menarik. Saya sebenarnya baru tahu ada istilah harta gantungan. Jadi berpikir panjang untuk lebih bisa mengatur keuangan sebaik-baiknya. Agar anak-anak keturunan tidak terlantar dan tidak merepotkan orang jika nanti ajal datang.

Saya kira sebagian besar cerpen-cerpen Pak Ahmad Tohari ini menarik semua. Kalau kamu penyuka cerpen, kamu mesti baca buku ini.

Apa kamu juga tertarik membaca kumpulan cerpen ini? Boleh ya kalau mau komen tentang review Mata yang Enak Dipandang ini. Semoga bermanfaat!

3 komentar

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *