Hasil Tes Swab

Hasil tes swab

Alhamdulillah masih bisa lanjutin nulis lagi tentang pengalaman covid-19 pasca menerima hasil tes swab suami. Jika teman-teman belum baca tulisan sebelumnya, bisa diklik di sini ya.

Menunggu Hasil Tes Swab

Seperti yang saya ceritakan sebelumnya, Senin, 25 Januari 2021, Suami memutuskan tes swab di RS Hermina Bekasi Barat. Hari itu Suami belum turun betul demamnya. Jadi, Suami masih demam ketika diswab. Rangkaian tes selesai pada siang hari menuju sore.

Selama menunggu hasil tes swab keluar, kami tetap mengonsumsi vitamin dan susu beruang. Suami sudah mulai pakai masker di rumah. Tidur sudah terpisah dari saya dan anak-anak. Selama masa menunggu ini juga saya siapkan oxymeter, simpan nomor ambulans, dan pesan oksigen portable. Jaga-jaga for the worst case.

Hasil Tes Swab.

Pada hari Rabu, 27 Januari 2021, sekitar jam 10.30 WIB, Suami pergi ke RS Hermina untuk mengambil hasil swab. Pagi itu ia baru saja turun demamnya. Jadi, kira-kira ia demam sekitar 5 hari.

Dari Rumah Sakit, Suami saya mengabarkan hasil tes swabnya: positif covid-19. Setelahnya, ia konsul kembali ke dokter spesialis paru dan diminta untuk dirawat karena hasil rontgen menunjukkan ada bercak putih pada paru-parunya.

Sembari menunggu proses administrasi dan persiapan kamar (biasanya akan menginap dulu di IGD jika tidan tersedia kamar), suami menyempatkan diri pulang ke rumah untuk mempersiapkan berbagai keperluan menginap di RS.

Alhamdulillah, malam itu suami langsung dapat kamar dan langsung ditangani tenaga kesehatan terkait.

Setelah Mengetahui Hasil Swab Suami, Maka Saya…

Saya memutuskan untuk isolasi mandiri. Walaupun kondisi saya dan anak-anak belum pasti apa ikut tertular covid-19 atau tidak, saya kira akan lebih bijak jika untuk isolasi mandiri lebih awal. Bagaimana pun juga, kami ada kontak erat dengan suami.

Selain itu, saya menimbang untuk melakukan tes swab untuk saya dan anak-anak. Ketika konsul, Suami sudah bertanya pada dokter, apa bisa diberikan surat rekomendasi untuk istri dan anak-anak? Jawabannya tidak bisa. Saya dan anak-anak harus meminta rekomendasi sendiri dengan konsul terlebih dahulu. Jika dinilai perlu swab, maka dibuatkan surat rekomendasi untuk swab dan menjalani serangkaian tes yang diperlukan.

Dengan memerhatikan kondisi saya yang kurang fit dan harus membawa serta dua orang balita sendirian ke RS untuk swab, saya memutuskan swab tapi bukan di RS.

Saya mengabarkan kondisi suami ke Pak RT sekaligus meminta kontak puskesmas kepada Pak RT. Menginformasikan kondisi kita yang terkonfirmasi positif covid-19 ke Pak RT penting loh. Berdasarkan pengalaman saya, sejak saya memberitahu Pak RT, proses menjadi lebih mudah untuk kami yang memutuskan isoman sejak keluarnya hasil swab suami.

Pak RT berkoordinasi dengan pihak puskesmas untuk penjadwalan tes swab saya dan anak-anak. Tidak hanya itu, Pak RT juga berkoordinasi dengan perwakilan warga (tetangga samping rumah) yang nantinya sangat memerhatikan kondisi kami. Setiap hari selalu bertanya, “Bu, mau makan apa?”. Perhatian serupa ini melegakan sekaligus mengharukan 🥺.

Pak RT juga membantu kami menyiapkan persyaratan dokumen untuk swab. Oh iya, di KTP, saya dan suami terdaftar sebagai penduduk Kota Depok, jadi perlu tambahan surat keterangan domisili dari RT. Jadi, apa saja dokumen yang diperlukan untuk tes swab di puskesmas:

  • Fotokopi Kartu keluarga
  • Fotokopi KTP kepala keluarga
  • Surat keterangan domisili (jika domisili kita tidak sesuai dengan yang tertera pada ktp)

Pihak puskesmas cukup intens memantau kondisi kami. Kami diberikan beberapa obat berdasarkan keluhan yang kami rasakan. Puskesmas menjadwalkan saya dan anak-anak diswab pada Jumat, 29 Januari 2021.

Isolasi Mandiri (sebelum Saya dan Anak-anak Tes Swab)

Sejak isolasi mandiri, saya rutin minum air kelapa hijau. Dengan bantuan tetangga, saya bisa konsumsi kelapa hijau setiap pagi. Tidak lupa juga terapi uap minyak kayu putih karena konon kabarnya cukup ampuh untuk mengembalikan penciuman.

Beberapa stok makanan dan cemilan masih tersedia. Adik saya juga siaga jika saya memerlukan bantuan untuk belanja ini-itu. Beberapa teman yang mengetahui kondisi kami, gercep mengirimkan beberapa persediaan lauk pauk (terima kasih banyak buat kalian yang baik hatinya. Semoga Allah balas dengan banyak kebaikan 🥺).

Kehilangan penciuman, (tadinya) saya pikir ada bagusnya juga. Saya bisa mencuci piring tanpa mencium bau-bau piring kotor, mencuci clodi bayi tanpa mencium bau pesing, dan nyebokin anak tanpa mencium bau pup.

Akan tetapi, suatu pagi saya dibuat kaget. Lantai tiba-tiba kotor padahal anak-anak sedang tidak ngemil. Saya lihat celana anak bungsu saya (1.5 tahun) sudah belepotan pup. Saya kecolongan! Karena tidak bisa mencium bau, saya ga ngeh kalau anak saya pup. Dan menariknya, kejadian ini terulang esok paginya! Memang kondisi normal itu selalu lebih baik. Heu.

Pengen cerita lebih banyak lagi sebenernya. Semoga nanti bisa cerita-cerita lagi ya.

Semoga bermanfaat!

10 komentar

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *